Selasa, 08 Mei 2012

Mengapa anda menjadi perokok?

Merokok dapar menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan jani
Kalimat tadi pasti ada di setiap bungkus rokok. Akan tetapi, mengapa Anda masih merokok?
Meski semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat rokok, belum juga surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat ditoleransi oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Hampir setiap saat dapat disaksikan dan dijumpai orang yang sedang merokok. Bahkan jika orang merokok di sebelah ibu sedang menggendong bayi sekalipun, orang tersebut tetap tenang mengembuskan asap rokoknya. Ironisnya, orang-orang yang ada di sekeliling acapkali tidak peduli.
Pada awalanya mungkin Anda merokok hanya untuk sekedar coba-coba atau hanya untuk style, ingin dibilang anak nakal sehingga ditakuti sama teman-teman sebaya. Tapi ketika Anda terus menkomsumsi rokok dan tidak mengetahui apa dampak dari merokok, maka anda akan mengalami kecanduan dan tidak banyak orang yang bisa berhenti merokok.

Kalau Anda pikir dan renungkan kembali, maka akan didapati dampak negatif rokok lebih banyak dari pada dampak positif dan ketika Anda sadar, Anda sudah jauh terjerumus sehingga susah untuk kembali ke waktu ketika Anda belum merokok.
Lebih memperihatinkan lagi, usia merokok setiap tahun semakin muda. Bila dulu orang mulai berani merokok di usia SMP, sekarang dapat dijumpai anak-anak usia SD sudah mulai merokok secara sembunyi-sembunyi
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Silvan Tomkins, ada 4 tipe perilaku perokok. Keempat tipe tersebut adalah :
  1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positip 
  2. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif 
  3. Perilaku merokok karena kecanduan psikologi (psychological addiction) 
  4. Perilaku merokok sudah menjadi kebiasaan
Sumber :

    Apa itu mimpi?

    Bagaimana Proses Sebuah Mimpi?

    Mimpi berkaitan erat dengan tidur. Terjadinya mimpi dan apa yang diimpikan kadangkala menjadi pertanyaan yang membuat penasaran, sehingga ada baiknya Anda mengetahui apa yang terjadi saat kita tidur.
    Setiap tertidur, umumnya kita pasti bermimpi. Dalam jangka waktu tidur 8 jam, rata-rata seseorang mengalami mimpi selama 100 menit. Hanya saja, kebanyakan dari mimpi yang terjadi tidak diingat. Ada sekitar 95% mimpi yang tidak diingat. Mimpi terjadi pada saat tidur REM (Rapid Eye Movement) dari suatu siklus tidur. Sedangkan mimpi yang kita ingat biasanya mimpi yang terjadi beberapa saat sebelum bangun dari tidur.

    Mengapa Bermimpi?

    Yang menyebabkan kita mengalami mimpi adalah otak. Sebagai pusat dari aktivitas, otak selalu mendapat pesan dari panca indera dan mengatur kegiatan apa yang akan dilakukan pada waktu tidak tidur. Misalnya otak menerjemahkan warna dinding coklat, otak membantu mengenali rasa dari makanan yang dimakan, dan masih banyak lagi berbagai peran lainnya dari otak.
    Pada saat tertidur, panca indera dari tubuh Anda tidak bekerja, tetapi otak tetap bekerja, bahkan otak akan lebih aktif saat kita bermimpi daripada saat kita terbangun dan beraktivitas. Oleh karena itu, otak dapat menciptakan gambaran-gambaran berupa imajinasi tanpa ada peranan panca indera. Inilah mimpi.
    Uniknya, pada saat bermimpi, otot-otot dalam keadaan tidak aktif sehingga mencegah kita memerankan apa yang dialami dalam mimpi. Walaupun, mimpi tampak sangat nyata tetapi dengan tidak berfungsinya otot membantu agar kita tidak menciderai diri sendiri atau orang lain.

    Mimpi Apa Semalam?

    Apa yang menyebabkan saya bermimpi seperti itu? Mungkin itu pertanyaan yang ada di benak Anda saat bermimpi tentang sesuatu. Apa yang akan kita mimpikan bergantung pada beberapa hal. Kesan dan hal yang sangat membekas dalam ingatan kita ketika tidak tidur dapat menjadi salah satu faktor. Rutinitas yang kita jalani juga dapat menyebabkan hal yang akan kita mimpikan. Misalnya, pekerjaan kantor yang berat membuat kita bermimpi tentang pekerjaan.
    Kadangkala, kita mendapatkan mimpi mengenai solusi dari persoalan yang dihadapi. Misalnya, kita bermimpi tentang jawaban suatu soal ujian. Hal ini merupakan bukti bahwa pada saat tidur, proses berpikir tetap dapat berlangsung.
    Mimpi yang sering dianggap sebagai bunga tidur memang merupakan sesuatu yang unik yang menyertai tidur. Kegiatan tidur sendiri sangat penting untuk memerbaiki sel-sel tubuh, membuang zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh dan memulihkan otak. Reorganisai otak berlangsung dan kegiatan memerbaiki mental saat tidur mimpi atau tidur REM. Itulah sebabnya, jika Anda kurang tidur, pikiran terasa kacau. Maka, tidur dan mimpi dapat menyegarkan pikiran Anda. Selamat tidur yang nyenyak dan menikmati mimpi indah Anda!

    Sumber : http://kumpulan.info/sehat/artikel-kesehatan/48-artikel-kesehatan/343-dibalik-mimpi.html

    Makanan dan Minuman Pereda Stres

    Makanan dan Minuman Pereda Stres

    Kandungan vitamin B, omega 3, asam folat, magnesium dan vitamin C dapat menjadikan suatu makanan digolongkan sebagai makanan pereda stres. Pilih makanan yang mengandung antioksidan yang akan membantu melancarkan fungsi memori.
    Alpukat, pisang, ikan tuna, ikan salmon, ikan sardin, susu, dan yoghurt banyak mengandung vitamin B. Sedangkan asam folat dapat diperoleh dari oatmeal, jeruk atau asparagus. Magnesium, yang dapat membantu Anda tidur pulas, banyak terdapat pada kacang almond, sayur bayam atau tofu yang akan membantu tubuh memproduksi dopamin. Sedangkan makanan dengan vitamin C dapat dengan lebih mudah ditemukan pada buah-buahan seperti jeruk, kiwi, jambu biji atau stroberi.
    Untuk mendapatkan manfaat yang diinginkan, menu makanan Anda hendaknya dikombinasikan. Pada waktu jam makan, pilih makanan dengan kandungan protein, lemak sehat dan karbohidrat kompleks. Kombinasi yang baik akan membuat gula darah stabil dan mengurangi keinginan untuk makan cemilan.
    Setelah mengetahui makanan pereda stres, perlu juga untuk mengetahui minuman yang mampu mengurangi stres. Cukup minum air putih, yaitu sebanyak 2 liter per hari atau menyeruput secangkir teh akan membantu menenangkan hati. Apalagi jika minum teh dengan keluarga dan dalam suasana yang menyenangkan, pasti akan menjauhkan Anda dari stres.
    Setelah mengetahui makanan dapat memicu stres, maka kini pilihlah menu makanan dengan cerdas agar tidak mengganggu emosi Anda. Makan dengan tenang, perlahan, dinkmati sambil mnegucapkan terima kasih karena Anda masih dapat memperolah makanan yang sehat. Dengan demikian, makanan akan membantu Anda memperoleh ketenangan pikiran.

    Sumber :

    Ternyata seni baik untuk penyakit stroke

    Menyukai seni ternyata memang baik bagi kesehatan mental seseorang. Penelitian di tahun 2011 telah menunjukkan bahwa orang yang menyukai seni, lebih menikmati hidup. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa orang yang menyukai seni bisa memiliki keuntungan untuk kesehatan fisiknya.

    Hasil penelitian yang dipresentasikan dalam pertemuan 12 tahunan Cardiovascular Nursing memaparkan bahwa penderita stroke yang menyukai seni, seperti musik, melukis dan teater, memiliki kemungkinan untuk sembuh lebih cepat dibandingkan penderita yang tak menyukai seni. Para peneliti dari University Tor Vergata School di Roma melakukan penelitian dengan memberikan pertanyaan terhadap 192 pasien stroke. Para peneliti menanyakan apakah mereka mencintai seni atau tidak. Kemudian, peneliti membandingkan kualitas hidup antara mereka yang menyukai seni (105 pasien) dengan mereka yang mengatakan tidak menyukai seni (87 pasien).

    Peneliti menemukan bahwa pasien stroke yang menyukai seni cenderung memiliki kesehatan yang lebih baik, daripada mereka yang tidak menyukai seni. Bahkan mereka lebih mudah berjalan, lebih berenergi, merasa lebih bahagia dan lebih tenang. Pasien penyuka seni juga memiliki daya ingatan yang lebih tajam dan mudah mengerti apa yang diucapkan orang lain. "Hasil penelitian ini menjelaskan pentingnya paparan seni untuk meningkatkan proses pemulihan setelah stroke. Orang yang sembuh dari stroke menganggap seni sebagai bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Mereka ini memperlihatkan pemulihan yang lebih baik daripada orang yang tidak tertarik dengan seni," ungkap peneliti Dr. Ercole Vellone, dilansir melalui Time Healthland, Senin (19/3). (source : id.she.yahoo.com). 

    Mulai sekarang jangan ragu dengan hobi kita terhadap seni, karena baik untuk kesehatan kita, Baca juga artikel menarik lainnya tentang olahraga obat kanker yang mujarab  mudah-mudahan bermanfaat.

    Minggu, 06 Mei 2012

    Teori Belajar Andragogi dan Penerapannya



    Teori Belajar Andragogi dan Penerapannya

    Oleh: Halim Malik
    Pendahuluan
    Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang vital dalam usahanya untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dirasakannya belajar sebagai suatu kebutuhan yang vital karena semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan berbagai perubahan yang melanda segenap aspek kehidupan dan penghidupan manusia. Tanpa belajar, manusia akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan tuntutan hidup, kehidupan dan penghidupan yang senantiasa berubah. Dengan demikian belajar merupakan suatu kebutuhan yang dirasakan sebagai suatu keharusan untuk dipenuhi sepanjang usia manusia, sejak lahir hingga akhir hayatnya. (Syamsu Mappa, 1994: 1)
    Banyak teori mengenai proses pembelajaran didasarkan pada rumusan pendidikan sebagai suatu proses transmisi budaya. Dari teori itu lahirlah istilah pedagogi yang diartikan sebagai suatu ilmu dan seni mengajar anak-anak. Perkembangan selanjutnya, istilah pedagogi tersebut berubah artinya menjadi ilmu dan seni mengajar.
    Di lain pihak perubahan yang terjadi seperti inovasi dalam teknologi, mobilitas penduduk, perubahan sistem ekonomi, politik dan sejenisnya begitu cepat terjadi. Dalam kondisi seperti ini, maka pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika ia berumur 21 tahun akan menjadi usang ketika ia berumur 41 tahun. Apabila demikian, maka pendidikan sebagai suatu proses transmisi pengetahuan sudah tidak lagi dirumuskan sebagai upaya untuk mentransformasian pengetahuan, tetapi dirumuskan sebagai proses penemuan sepanjang hayat terhadap apa yang dibutuhkan untuk diketahui. (Zainudin Arif, 1984:1)
    Dalam dua dekade terakhir, di kalangan ahli pendidikan orang dewasa telah berkembang baik di Eropa maupun di Amerika dan Asia suatu teori mengenai cara mengajar orang dewasa. Untuk membedakan dengan “pedagogi”, maka teori tersebut dikenal dengan nama “andragogi”. Istilah “andragogi” sebagai istilah teori filsafat pendidikan telah digunakan sejak tahun 1833 oleh Alexander Kapp bangsa Jerman yang bekerja sebagai guru sekolah grammar, istilah tersebut hilang dalam peredaran zaman. Tahun 1921 istilah tersebut dimunculkan kembali oleh Eugene Rosentock, seorang pengajar di akademik buruh Frankrut.
    Sejak 1970-an istilah “andragogi” semakin banyak digunakan oleh pada pendidik orang dewasa di Eropa, Amerika dan Asia. Menjelang akhir abad ke-19 dan memasuki abad ke-20 beberapa ahli psikologi mengadakan penelitian eksperimen tentang teori belajar walaupun pada waktu itu mereka menggunakan binatang sebagai objek eksperimen. Penggunaan binatang sebagai objek eksperimen berdasarkan pemikiran bahwa apabila binatang yang kecerdasannya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen teori belajar, maka sudah dapat dipastikan bahwa kesperimen itupun dapat pula berlaku bahkan lebih berhasil pada manusia, oleh karena manusia lebih cerdas daripada binatang.
    Di antara ahli psikologi yang menggunakan binatang sebagai objek eksperimen adalah EL Thorndike (1974–1949), terkenal dengan teori belajar “Classical Conditioning” menggunakan anjing sebagai ujicoba. B.F. Skinner (1904), terkenal dengan teori belajar “Operant Conditioning” menggunakan tikus dan burung merpati sebagai ujicoba. Dari teori belajar orang dewasa ini muncul perspektif teori belajar orang dewasa yang biasa disebut dengan “Andragogi Theory of Adult Learning”. Teori andragogi menjelaskan bagaimana belajar orang dewasa dalam pembelajaran. Kedua komponen ini sangat berkaitan erat dengan proses belajar dan pembelajaran. Di antara ahli teori belajar dan pembelajaran orang dewasa ialah Care Rogers (1969), Paulo Freire (1972), Robert M. Gagne (1977), Malcolm Knowles (1980), Jack Mezirow (1981).
    Dalam tulisan ini penulis ingin mengupas hal yang dianggap urgen pada teori belajar “andragogi” menyangkut Pengertian Andragogi, Teori Belajar Orang Dewasa dan Tokohnya serta Aplikasinya dalam Kegiatan Belajar dan Pembelajaran.
    Pengertian Andragogi
    Secara etimologis, andragogi berasal dari bahasa Latin “andros” yang berarti orang dewasa dan “agogos“ yang berarti memimpin atau melayani.
    Knowles (Sudjana, 2005: 62) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu peserta didik (orang dewasa) untuk belajar (the science and arts of helping adults learn). Berbeda dengan pedagogi karena istilah ini dapat diartikan sebagai seni dan ilmu untuk mengajar anak-anak (pedagogy is the science and arts of teaching children).
    Orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga dilihat dari segi sosial dan psikologis. Secara biologis, seseorang disebut dewasa apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial, seseorang disebut dewasa apabila ia telah melakukan peran-peran sosial yang biasanya dibebankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil.
    Darkenwald dan Meriam (Sudjana, 2005: 62) memandang bahwa seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah melewati masa pendidikan dasar dan telah memasuki usia kerja, yaitu sejak umur 16 tahun. Dengan demikian orang dewasa diartikan sebagai orang yang telah memiliki kematangan fungsi-fungsi biologis, sosial dan psikologis dalam segi-segi pertimbangan, tanggung jawab, dan peran dalam kehidupan. Namun kedewasaan seseorang akan bergantung pula pada konteks sosio-kulturalnya. Kedewasaan itupun merupakan suatu gejala yang selalu mengalami perubahan dan perkembangan untuk menjadi dewasa. Istilah “andogogi” berasal dari “andr” dan “agogos” berarti memimpin, mengamong, atau membimbing.
    Dugan Laird (Hendayat S., 2005: 135) mengatakan bahwa andragogi mempelajari bagaimana orang dewasa belajar. Laird yakin bahwa orang dewasa belajar dengan cara yang secara signifikan berbeda dengan cara-cara anak dalam memperoleh tingkah laku baru.
    Andragogi adalah suatu model proses pembelajaran peserta didik yang terdiri atas orang dewasa. Andragogi disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa dalam pembelajaran. Proses pembelajaran dapat terjadi dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran melibatkan peserta didik. Keterlibatan diri (ego peserta didik) adalah kunci keberhasilan dalam pembelajaran orang dewasa. untuk itu pendidik hendaknya mampu membantu peserta didik untuk: (a) mendefinisikan kebutuhan belajarnya, (b) merumuskan tujuan belajar, (c) ikut serta memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan penyusunan pengalaman belajar, dan (d) berpartisipasi dalam mengevaluasi proses dan hasil kegiatan belajar. Dengan demikian setiap pendidik harus melibatkan peserta didik seoptimal mungkin dalam kegiatan pembelajaran.
    Prosedur yang perlu ditempuh oleh pendidik sebagaimana dikemukakan Knowles (1986) adalah sebagai berikut: (a) menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar melalui kerjasama dalam merencanakan program pembelajaran, (b) menemukan kebutuhan belajar, (c) merumuskan tujuan dan materi yang cocok untuk memenuhi kebutuhan belajar, (d) merancang pola belajar dalam sejumlah pengalaman belajar untuk peserta didik, (e) melaksanakan kegiatan belajar dengan menggunakan metode, teknik dan sarana belajar yang tepat dan (f) menilai kegiatan belajar serta mendiagnosis kembali kebutuhan belajar untuk kegiatan pembelejaran selanjutnya. Inti teori andragogi adalah teknologi keterlibatan diri (ego) peserta didik. Artinya kunci keberhasilan daam proses pembelajaran peserta didik terletak pada keterlibatan diri mereka dalam proses pembelajaran (Sudjana, 2005: 63).
    Teori Belajar Orang Dewasa dan Tokohnya
    1. Carl Rogers
    Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran yaitu “ Student-Centered Learning” yang intinya yaitu: (1) kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya; (2) Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan “self”nya; (3) Manusia tidak bisa belajar kalau berada di bawah tekanan (4) Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir. Peserta didik orang dewasa menurut konsep pendidikan adalah: (1) meraka yang berperilaku sebagai orang dewasa, yaitu orang yang melaksanakan peran sebagai orang dewasa; (2) meraka yang mempunyai konsep diri sebagai orang dewasa.
    Menurut Biehler (1971: 509-513) dan jarvis (1983: 106-108) Carl Rogers adalah seorang ahli ilmu jiwa humanistik yang menganjurkan perluasan penggunaan teknik psikoterapi dalam bidang pembelajaran. Menurut pendapatnya, peserta belajar dan fasilitator hendaknya memiliki pemahaman yang mendalam mengenai diri mereka melalui kelompok yang lebih intensif. Pendekatan ini lebih dikenal dengan istilah latihan sensitivitas: kelompok, group, workshop intensif, hubungan masyarakat.
    Menurut Rogers, latihan sensitivitas dimaksudkan untuk membantu peserta belajar berbagai rasa dalam penjajagan sikap dan hubungan interpersonal di antara mereka. Rogers menanamkan sistem tersebut sebagai pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar. Pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar pada hakekatnya merupakan versi terakhir dari metode penemuan (discovery method).
    Rogers mengemukakan adanya tiga unsur yang penting dalam belajar berpengalaman (experimental learning), yaitu:
    a. Peserta belajar hendaknya dihadapkan pada masalah nyata yang ingin ditemukan pemecahannya.
    b. Apabila kesadaran akan masalah telah terbentuk, maka terbentuk pulalah sikap terhadap masalah tersebut.
    c. Adanya sumber belajar, baik berupa manusia maupun berbentuk bahan tertulis atau tercetak.
    Teori belajar berpengalaman dari Carl Rogers, Javis mengemukakan bahwa teori tersebut mengandung nilai keterlibatan personal, intelektual dan afektif yang tinggi, didasarkan atas prakarsa sendiri (self Initiated). Peranan fasilitator dalam belajar berpengalaman ialah sekedar membantu memudahkan peserta belajar menemukan kebutuhan belajar yang bermakna baginya.
    Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi siswa (Roger dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperensial (experiential learning) (Asri Budiningsih, 2005: 77).
    2. Robert M. Gagne
    Gagne mengemukakan yang terpenting bagi pendidikan orang dewasa terutama yang berkaitan dengan kondisi belajar. Menurutnya ada delapan hierarki tipe belajar seperti diuraikan sebagai berikut:
    1. Belajar Berisyarat; belajar berisyarat dapat pada tingkatan mana saja dari hierarki sebagai suatu bentuk: Classical Conditioning. Tipe belajar ini dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa dalam bentuk sikap dan prasangka.
    2. Belajar Stimulus Respon; belajar stimulus respon adalah sama dengan Operant Conditioning, yang responnya berbentuk ganjaran. Dua tipe berikutnya adalah rangkaian motorik dan verbal, berbeda pada tingkatan yang sama dalam hierarki.
    3. Rangkaian motorik tidak lain dari belajar keterampilan, sedangkan
    4. Rangkaian verbal adalah belajar dengan cara menghafal (rote learning).
    5. Diskriminasi Berganda; dalam belajar diskriminasi ganda, memasuki kawasan keterampilan intelektual berupa kemampuan membedakan antara beberapa jenis gejala yang serupa. Dengan tipe belajar ini, peserta belajar diharapkan memiliki kemampuan untuk menetapkan mana di antara tipe tersebut yang tepat untuk sesuatu situasi khusus.
    6. Belajar Konsep; adalah kemampuan berpikir abstrak yang mulai dipelajari pada masa remaja (adolesence). Belajar konsep merupakan salah satu unsur yang membedakan antara pendidikan orang dewasa dibandingkan dengan pendidikan anak-anak dilihat dari tingkatan pemikiran tentang konsep.
    7. Belajar Aturan; merupakan kemampuan merespon terhadap keseluruhan isyarat, merupakan tipe belajar yang penting dalam pendidikan orang dewasa. Belajar pemecahan masalah merupakan tingkat tertinggi dalam tipe belajar menurut hierarki Gagne.
    8. Pemecahan Masalah; Tipe pemecahan masalah bertujuan untuk menemukan jawaban terhadap situasi problematik.
    3. Paulo Freire
    Paulo Freire adalah seorang pendidik di negara Brazilia yang gagasannya tentang pendidikan orang dewasa. Menurut Flaire, pendidikan dapat dirancang untuk percaya pada kemampuan diri pribadi (self affirmation) yang pada akhirnya menghasilkan kemerdekaan diri. Ia terkenal dengan gagasannya yang disebut dengan conscientization yang terdapat tiga prinsip:
    a. Tak seorang pun yang dapat mengajar siapapun juga,
    b.  Tak seorang pun yang belajar sendiri,
    c. Orang-orang harus belajar bersama-sama, bertindak di dalam dan pada dunia mereka.
    Gagasan ini memberikan kesempatan kepada orang dewasa untuk melakukan analisis kritis mengenali lingkungannya, untuk memperdalam persepsi diri mereka dalam hubungannya dengan lingkungannya dan untuk membina kepercayaan terhadap kemampuan sendiri dalam hal kreativitas kapablitasnya untuk melakukan tindakan. Fasilitator dan peserta belajar hendaknya bersama-sama bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses pengembangan fasilitator dan peserta belajar.
    4. Jack Mezirow
    Mezirow adalah Teacher College Universitas Columbia, beliau mengemukakan: “Belajar dalam kelompok pada umumnya merupakan alat yang paling efektif untuk menimbulkan perubahan dalam sikap dan perilaku individu”.
    Mezirow berpendapat bahwa pendidikan sebagai suatu kekuatan pembebasan individu dari belenggu dominasi budaya penjajah, namun ia melihat kemerdekaan dari perspektif yang lebih bersifat psikologis, dan kegiatan belajar sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk mengubah realita masyarakat.
    Keinginan belajar terjadi sebagai akibat dari refleksi pengalaman, dan ia menyatakan adanya perbedaan tingkatan refleksi, menetapkan perbedaan refleksi dan menetapkan tujuh tingkatan refleksi yang mungkin terjadi dalam masa kedewasaan, yaitu:
    a. Refleksivitas: kesadaran akan persepsi khusus, arti dan perilaku
    b. Refleksivitas Afektif: kesadaran akan bagaimana individu merasa tentang apa yang dirasakan, dipikirkan atau dilakukan.
    c. Refleksivitas Diskriminasi: menilai kemanjuran (efficacy) persepsi, dll.
    d. Refleksivitas Pertimbangan: membuat dan menjadikan sadar akan nilai pertimbangan yang dikemukakan.
    e. Refleksivitas Konseptual: menilai kememadaian konsep yang digunakan untuk pertimbangan.
    f. Refleksivitas Psikis: pengenalan kebiasaan membuat penilaian perasaan
    Mengenai dasar informasi terbatas.
    g. Refleksivitas Teoritis: kesadaran akan mengapa satu himpunan perspektif lebih atau kurang memadai untuk menjelaskan pengalaman personal.
    5. Malcolm Knowles
    Knowles terkenal dengan teori andragoginya, oleh karena itu dianggap Bapak Teori Andragogi meskipun bukan dia yang pertama kali menggunakan istilah tersebut. Andragogi berasal dari akar kata “aner” yang artinya orang (man) untuk membedakannya dengan “paed” yang artinya anak. Andragogi adalah seni dan ilmu yang digunakan untuk membantu orang dewasa belajar. Knowles (1970) andragogi-concepts/mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.
    Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih-lebih mengembangkan teknik pengalaman (experimental-technique). Maka penggunaan teknik diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai.
    Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono, 1992). Selajan dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya.
    Asumsi keempat, bahwa anak-anak sudah dikondisikan untuk memiliki orientasi belajar yang berpusat pada mata pelajaran (subject centered orientation) karena belajar bagi anak seolah-olah merupakan keharusan yang dipaksakan dari luar. Sedang orang dewasa berkecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah kehidupan (problem-centered-orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya. http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/15/ Kempat asumsi dasar itulah yang dipakai sebagai pembandingan antara konsep pedagogi dan andragogi
    Lebih rinci Knowles menegaskan adanya perbedaan antara belajar bagi orang dewasa dengan belajar bagi anak-anak dilihat dari segi perkembangan kognitif mereka. Menurut Knowles, ada empat asumsi utama yang membedakan antara andragogi dan pedagogi, yaitu:
    ♦ Perbedaan dalam konsep diri, orang dewasa membutuhkan kebebesan yang lebih bersifat pengarahan diri.
    ♦ Perbedaan pengalaman, orang dewasa mengumpulkan pengalaman
    ♦ Kesiapan untuk belajar, orang dewasa ingin mempelajari bidang permasalahan yang kini mereka hadapi dan anggap relevan
    ♦ Perbedaan dalam orientasi ke arah kegiatan belajar, orang dewasa orientasinya berpusat pada masalah dan kurang kemungkinannya berpusat pada subjek.
    Knowles membedakan orientasi belajar antara anak-anak dengan orang dewasa, dilihat dari segi perspektif waktu yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya perbedaan manfaat yang mereka harapkan dari belajar.
    Anak-anak berkecenderungan belajar untuk memiliki kemampuan yang kelak dibutuhkan untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah lanjutan/ perguruan tinggi, yang memungkinkan mereka memasuki alam kehidupan yang bahagia dan produktif dalam masa kedewasaan.
    Orang dewasa cenderung memilih kegiatan belajar yang dapat segera diaplikasikan, baik pengetahuan maupun keterampilan yang dipelajari. Bagi orang dewasa, pendidikan orang dewasa pada hakekatnya adalah proses peningkatan kemampuan untuk menanggulangi masalah kehidupan yang dialami sekarang. (Mappa, 1994: 114)
    Aplikasi Teori Andragogi dalam Kegiatan Belajar dan Pembelajaran
    Permasalahan yang paling sering muncul dalam pelaksanaan pendidikan luar sekolah adalah hasil belajar, output dan outcomenya. Ketidakmampuan peserta memahami dengan baik materi dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan merupakan indikasi kurang berhasilnya kegiatan pendidikan luar sekolah. Rendahnya hasil belajar sebagai indikator dari ketidakberhasilan pembelajaran, dimana peserta maupun tidak mampu menerima dengan baik bahan belajar yang diajarkan oleh tutor. Salah satu penyebab ketidakberhasilan pembelajaran pendidikan luar sekolah adalah metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan prosedur pelaksanaannya dan andragogi belum diterapkan secara maksimal dalam pelaksanaan pembelajaran.
    Secara jelas Knowles (1979: 11-27 ) menyatakan apabila warga belajar telah berumur 17 tahun, penerapan prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya telah menjadi suatu kelayakan. Usia warga belajar pada kelompok belajar program PLS rata-rata di atas 17 tahun, sehingga dengan sendirinya penerapan prinsip andragogi pada kegiatan pembelajarannya semestinya diterapkan.
    Perlunya penerapan prinsip andragogi dalam pendekatan pembelajaran orang dewasa dikarenakan upaya membelajarkan orang dewasa berbeda dengan upaya membelajarkan anak. Membelajarkan anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan sejumlah pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa datang. Apa yang di transmisikan didasarkan pada pertimbangan warga belajar sendiri, apakah hal tersebut akan bermanfaat bagi warga belajar di masa datang. Sebaliknya, pembelajar-an orang dewasa (andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang digunakan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil belajar warga belajar.
    Bagi tenaga kependidikan luar sekolah, teori belajar orang dewasa tidak hanya diketahui, tetapi harus dapat diaplikasikan dalam setiap kegiatan belajar dan membelajarkan agar proses atau interaksi belajar yang dikelolanya dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Berikut akan dikemukakan karakteristik dari setiap kegiatan belajar secara teori belajar orang dewasa yang dapat diaplikasikan pada setiap tahap kegiatan belajar.
    Penerapan Andragogi dalam performansi Tutor
    Tutor sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran orang dewasa. Tutor memasuki kelas dengan bekal sejumlah pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman ini seharusnya melebihi dari yang dimiliki oleh peserta. Seorang tutor dengan pengetahuan dan pengalamannya itu tidaklah cukup untuk membuat peserta untuk berperilaku belajar dalam kelas melainkan sikap tutor sangatlah penting. Seorang tutor bukan merupakan “pemaksa” untuk terjadinya pengaruh terhadap peserta, namun pengaruh itu timbul karena adanya keterlibatan mereka dalam kegiatan belajar. Untuk mengusahakan adanya perubahan, tutor hendaknya bersikap positif terhadap warga belajar.
    Sikap seorang tutor mempunyai arti dan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku warga belajar dalam kegiatan pembelajaran. Umumnya tutor yang memiliki daya tarik akan lebih efektif dari pada tutor yang tidak menarik. Sikap menyenangkan yang ditampilkan oleh tutor akan ditanggapi positif oleh peserta, pada gilirannya berpengaruh terhadap intensitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, fasilitator yang menampilkan sikap tidak menyenangkan akan dinilai negatif oleh peserta, sehingga mengakibatkan kegiatan belajar menjadi tidak menyenangkan.
    Ada beberapa hal yang dianggap penting dimiliki oleh para tutor dalam proses interaksi belajar yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya warga belajar, yaitu (1) bersikap manusiawi dan tidak bereaksi secara mekanis atau memahami masalah peserta didik hanya secara intelektual; ikut merasakan apa arti manusia dan benda bagi mereka; berada dan bersatu dengan peserta didik; membiarkan diri sendiri mengalami atau menyatu dalam pengalaman para peserta didik; merenungkan makna pengalaman itu sambil menekan penilaian diri sendiri, (2) Bersikap kewajaran: jujur, apa adanya, konsisten, terbuka; membuka diri; merespon secara tulus ikhlas, (3) Bersikap respek: mempunyai pandangan positif terhadap peserta; mengkomunikasikan kehangatan, perhatian, pengertian, menerima orang lain dengan penghargaan penuh; menghargai perasaan dan pengalaman mereka, dan (4) Membuka diri: menerima keterbukaan orang lain tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan pengalaman diri sendiri; secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain dan mau mengambil resiko jika melakukan kekeliruan.
    Penerapan Andragogi dalam Pengorganisasian Bahan Belajar
    Pengorganisasian bahan belajar sedemikian rupa, memudahkan warga belajar dalam mempelajarinya. Pengorganisasian bahan belajar dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran. Setiap bahan belajar yang ingin disampaikan, harus dilihat dari ketertarikan warga belajar terhadap materi yang disampaikan, kesesuaian materi dengan kebutuhan warga belajar, dan kesamaan tingkat dan lingkup pengalaman antara tutor dan warga belajar
    Bahan belajar yang berisi pengetahuan, keterampilan dan atau nilai-nilai akan disampaikan oleh tutor kepada warga belajar. Bahan belajar itu pula yang akan dipelajari oleh warga dalam mencapai tujuan belajar. Materi harus dipilih atas pertimbangan sejauh mana peranannya dalam menciptakan situasi untuk penyesuaian perilaku warga belajar di dalam mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. Materi itu pun akan mempengaruhi pertimbangan tutor dalam memilih dan menetapkan teknik pembelajaran.
    Seorang tutor hendaknya mengetahui faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar untuk diajarkan. Ketertarikan warga belajar dalam memilih dan mempelajari bahan belajar adalah merupakan manifestasi dari perilaku belajar warga belajar. Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar adalah tingkat kemampuan peserta, keterkaitannya dengan pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta, tingkat daya tarik bahan belajar, dan tingkat kebaharuan dan aktualisasi bahan.
    Penerapan andragogi dalam Metode Pembelajaran
    Penggunaan metode pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa berimplikasi pada penggunaan teknik pembelajaran yang dipandang cocok digunakan di dalam menumbuhkan perilaku warga belajar. Knowles mengklasifikasi teknik pembelajaran dalam mencapai tujuan belajar berdasarkan tipe kegiatan belajar, yakni; sikap, pengetahuan dan keterampilan.
    Kegiatan belajar pada pendidikan orang dewasa masih merupakan kegiatan belajar yang paling efisien dan paling dapat diterima serta merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa belajar. Oleh karena, kegiatan belajar merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa, maka penggunaan metode belajar diperlukan berdasarkan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Metode belajar orang dewasa adalah cara mengorganisir peserta agar mereka melakukan kegiatan belajar, baik dalam bentuk kegiatan teori maupun praktek. ( Anonim: 2006)
    Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar, harus (1) berpusat pada masalah, (2) menuntut dan mendorong peserta untuk aktif, (3) mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-harinya, (4) menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama peserta, dan antara peserta dengan tutor, dan (5) lebih bersifat pemberian pengalaman, bukan merupakan transformasi atau penyerapan materi.
    Kegiatan belajar dan membelajarkan pada garis besarnya dapat dibedakan atas tahap-tahap:
    1. Perumusan Tujuan Program
    Tujuan program menyatakan domain tingkah laku serta tingkatan tingkah laku yang ingin dicapai sebagai hasil belajar. Selain dari itu warga belajar dapat memiliki kesiapan mental dalam mengikuti program kegiatan belajar yang akan dilaksanakan. Gagasan ini merupakan aplikasi dari hukum kesiapan mental dari Thorndike.
    2. Pengembagan Alat Evaluasi dan Evaluasi Hasil Belajar
    Teori belajar orang dewasa yang erat hubungannya dengan tahap ini antara lain:
    a. Pengembangan Kemamuan Pikir; merupakan teknik pengembangan kemampuan berpikir.
    b. Hukum Efek; kegiatan belajar yang memberikan efek hasil belajar yang menyenangkan seperti nilai yang baik, cenderung untuk diulangi dan ditingkatkan.
    c. Penguatan; pujian ataupun teguran/peringatan diberikan sesegera mungkin dan secara konsisten. Warga belajar perlu mengetahui hasil tesnya agar ia terdorong untuk terdorong lagi, dapat menilai usaha belajarnya untuk menghadapi tes berikutnya.
    d. Keputusan Penyajian; hasil evaluasi dijadikan dasar untuk mengambil keputusan apakah pelajaran dapat dilanjutkan atau perlu diselenggarakan penjelasan remedial atau mengulang kembali bagian-bagian yang dianggap sukar.
    e. Hasil Evaluasi; merupakan balikan bagi fasilitator tentang efektivitas/ kemampuan penyajiannya. Juga merupakan balikan bagi warga belajar untuk mengetahui penguasaan terhadap bahan pelajaran.
    3. Analisis Tugas Belajar dan Identifikasi Kemampuan Warga Belajar
    Kemampuan yang ingin dicapai senagai tujuan pembelajaran, diurai (dianalisis) atas unsur-unsur yang telah diidentifikasi tersebut diseleksi sehingga hanya unsur-unsur yang belum dikuasai sajalah yang dipilih sebagai bahan pelajaran. Pada tahap ini juga diidentikkan karakteristik individual warga belajar seperti: kecerdasa/bakat, kebiasaan belajar, motivasi belajar, kemampuan awal dan kebutuhan warga belajar, terutama yang menyangkut kesulitan belajarnya.
    Teori belajar yang relevan dengan kegiatan analisis tugas, antara lain ialah:
    a. Teori Gestalt, meliputi:
    · Hukum Pragmanz (penuh arti) yaitu pengelompokan objek sesuatu bahan pelajaran berdasaran kriteria atau kategori tertentu seperti: warna, bentuk, ukuran.
    · Hukum kesamaan atau keteraturan: tugas-tugas yang unsur-unsurnya mempunyai kesamaan dan teratur, lebih mudah dipahami daripada yang berbeda dan tidak teratur.
    b. Teori Medan
    Belajar memecahkan masalah adalah pengembangan struktur kognitif.
    4. Penyusunan Strategi Belajar-Membelajarkan
    Strategi belajar-membelajarkan pada hakikatnya adalah rencana kegiatan belajar dan membelajarkan yang dipilih oleh fasilitator untuk dilaksanakan, baik oleh warga belajar maupun oleh sumber belajar dalam rangka usaha pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
    Teori belajar orang dewasa yang erat hubungannya dengan tahap ini antara lain ialah:
    1. Teori Bruner tentang cara mengorganisasikan batang tubuh ilmu yang dipelajari, urut-urutan pokok bahasan yang disajikan, teknik-teknik penyajian enaktif, ekonik dan simbolik.
    2. Teori penyajian bahan verbal yang bermakna menurut Ausubel.
    3. Penataan Situasi belajar yang menyangkut pengelolaan belajar dan kondisi belajar menurut Gagne.
    4. Metode belajar pemecahan masalah dengan teknik: ramu pendapat, metode buku catatan kolektif dan metode papan bulletin kolektif.
    5. Metode belajar/penyajian menemukan. Metode ini memudahkan transfer dan retensi, mempertinggi kemampuan memecahkan masalah serta mengandung morivasi intrinsik.
    6. Perbedaan individu dalam hal kecepatan belajar warga belajar.
    7. Pengaturan urutan-urutan penyajian bahan pelajaran menurut tingkat kesulitannya dari yang sederhana ke yang lebih sulit.
    5. Pelaksanaan Kegiatan Belajar dan Membelajarkan
    Teori belajar orang dewasa yang erat hubungannya dengan tahapan ini antara lain ialah:
    1. Hukum kesiapan. Menyiapkan mental warga belajar untuk mengikuti pelajaran baru dengan memberikan penjelasan singkat mengenai pengetahuan prasyarat untuk mengikuti pelajaran baru/hal-hal yang telah dipelajari dan berhubungan erat dengan pelajaran baru.
    2. Penguatan dan Motivasi Belajar. Menjelaskan kegunaan/nilai praktis dari pelajaran baru dalam kehidupan dan penghidupan.
    3. Proses Pensyaratan (conditioning). Memperlihatkan model hasil belajar terminal untuk memudahkan warga belajar mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru.
    d. Hukum Unsur-Unsur yang Identik. Menstransfer pengalaman pemecahan masalah lainnya yang mempunyai persamaan. Menerapkan pengetahuan dan keterampilan baru dalam berbagai situasi, kondisi dan posisi.
    e. Metode Menemukan. Memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk melakukan sendiri keterampilan yang harus mereka pelajari, jadi bukan fasilitator sendiri yang melakukan.
    f. Cara Menarik Perhatian. Mengaitkan kegiatan belajar dan membelajarkan dengan kebutuhan warga belajar, mengolah bahan pelajaran sebagai bahan perlombaan antar individu, kelompok, dan baris.
    g. Karya Wisata. Pengalaman praktik lapangan ataupun di laboratorium dan bengkel, permainan peran, permainan atau perlombaan, merupakan pengalaman yang berkesan bagi warga belajar dan memungkinkan mereka lebih mudah mengingat konsep-konsep pengertian kunci dan sebagainya.
    6. Pemantauan Hasil Belajar

    (GOOD AND CLEAN GOVERNANCE)


    TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH
    (GOOD AND CLEAN GOVERNANCE)

    BAB I
    PENDAHULUAN


    1.1  Latar Belakang

    Good governance sering di gunakan sebagai standar sistem good local governance di katakan baik dalam menjalankan sistem disentaralisasi dan sebagai parameter yang lain untuk mengamati praktek demokrasi dalam suatu negara. Para pemegang jabatan publik harus dapat mempertangung jawabkan kepada publik apa yang mereka lakukan baik secara pribadi maupun secara publik. Seorang presiden Gebernur, Bupati, Wali Kota, anggota DPR dan MPR dan pejabat politik lainnya harus menjelaskan kepada publik mengapa memilih kebijaksanaan X, bukan kebijaksanaan Y, mengapa memilih menaikkan pajak ketimbang melakukan efesiensi dalam pemerintahan dan melakukan pemberantasan korupsi sekali lagi apa yang di lakukan oleh pejabat publik harus terbuka dan tidak ada yang di tutup untuk di pertanyakan oleh publik.
                Konsep Good governance pertama kali di perkenalkan oleh  UNDP, sebab munculnya konsep ini di sebabkan oleh tidak terjadinya akuntabilitas, tranparansi. Artinya banyak negara dunia ketiga ketika di beri bantuan dana tersebut banyak yang tidak tepat sasaran, sehinga negara maju engan memberikan bantuan terhadap negara dunia ketiga adalah karena belum terciptanya sistem birokrasi yang efektif, efesien dan tidak adanya tranparansi, akuntabilitas bantuan dana dari negara maju.  Konsekuensinya banyak terjadi korupsi yang  di lakukan oleh dunia ketiga ketika bantuan di turunkan oleh negara maju.
                Pada akhir dasa-warsa yang lalu, konsep good governance ini lebih dekat di pergunakan dalam reformasi publik. Di dalam disiplin atau profesi manajemen publik konsep ini di pandang sebagai suatu aspek dalam paradigma baru ilmu administrasi publik. Paradigma baru ini menekankan  pada  peran manajer publik agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, mendorong dan meningkatkan otonomi manajerial terutama sekali mengurangi campur tangan kontrol yang di lakukan oleh pemerintah pusat, Tanparansi, akuntabilitas publik dan di ciptakan pengelolahan manajerial yang bersih dan bebas dari korupsi.

    1.2 Perumusan Masalah
    Apa yang di maksud dengan  Good governance dan clean  governance ?
    Bagaimana prinsip dari good governance dan clean governance?
    Apa manfaat good governance dan clean governance dalam sistem pemerintahan nagara ?
    Bagaimana penerapan asas-asas kepemerintahan yang baik  (good governance dan clean governance) dalam sistem pemerintahan nagara?
    Hambatan hambatan dalam melaksanakan prinsip good governance dan clean governance dalam sistem pemerintahan nagara?
















    BAB II
    PEMBAHASAN

    A.  PENGERTIAN 
    Pengertian pemerintahan menurut para ahli :
             Aim abdulkarim : Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negra dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyat dan kepentingan negara.
             J. Kristiadi : pemerintahan merupakan kegiatan memerintah yang dilakukan oleh pemerintah yang melakukan kekuasaan memerintah atas nama negara terhadap orang yang diperintah (masyarakat).
                Dapat disimpulkan pemerintahan adalah suatu lembaga yang terdiri atas sekumpulan orang-orang yang mengatur suatu negara yang memiliki cara dan sistem yang berbeda-beda dengan tujuan agar negara tersebut dapat tertata dengan baik.
    Menurut United Nations Development Program (UNDP) salah satu badan PBB, governance (kepemerintahan) mempunyai tiga model, yaitu :
    1.      Economic  Governance,
    Meliputi proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri dan transaksi di antara penyelenggara ekonomi, serta mempunyai implikasi kesetaraan, kemiskinan, dan kualitas hidup
    2.      Political  Governance,  mencakup  proses  pembuatan  keputusan  untuk   perumusan kebijakan politik negara.
    3.      Administrative Governance, berupa sistem implementasi kebijakan. 
    Institusi  dari  governance  meliputi  tiga  domein,  yaitu  state  (negara   atau  pemerintah), private  sector(swasta  atau  dunia  usaha),  dan  society (masyarakat)  yang  saling  berinteraksi.    State  berfungsi  menciptakan lingkungan  politik  dan  hukum  yang  kondusif, privat secto  menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan positifdalam interaksi sosial, ekonomi, dan politik, termasuk mengajak kelompokmasyarakat  untuk  berpartisipasi  dalam  aktivitas  ekonomi,  sosial  dan  politik.
                Adapun Istilah good and clean governance merupakan wacana yang  mengiringi gerakan reformasi, yang dikaitkan dengan tuntutan akan pengelolaan  pemerintahan yang profesional, akuntabel, dan bebas dari korupsi, kolusi, dan  nepotisme.Pemerintahan yangbersih  dari  KKN  merupakan  bagian  penting  daripembangunan  demokrasi,  HAM,  dan masyarakat madani di Indonesia.
    Pendapat para ahli : 
    1. Dadang Solihin : 
    Kepemerintahan yang baik adalah konsepsi tentang : 
    a.Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis, dan efektif; 
    b.Suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara pemerintah,dunia usaha/sawasta, dan masyarakat. 
    2. Kooiman (1994) : 
                Kepemerintahan  yang  baik  merupakan  serangkaian  proses  interaksi   sosial  politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan  masyarakat,  dan  intervensi  pemerintah  atas   kepentingan-kepentingan tersebut. 
    3.      Pinto (1994) : 
    Kepemerintahan  yang  baik  adalah  praktek  penyelenggaraan  kekuasaan  dan  kewenangan  oleh  pemerintah  dalam  mengelola  urusan  pemerintahan  secara   umum  dan pembangunan ekonomi pada khususnya. 
    4.      Bintoro Tjokroamidjojo : 
    Good governance lebih dapat berjalan dalam suatu sistem politik yang demokrati, yang  dalam  masyarakat  yang  berkesadaran  hukum,  tegaknya  hukum  untuk   semua secara sama, dan dalam ekonomi di mana berjalan mekanisme pasar secara sehat. 



    5.      J.B. Kristiadi : 
    Good  governance  dapat  dicapai  melalui  pengaturan  yang  tepat  antara  fungsi pasar dengan  fungsi  organisasi,  termasuk  organisasi  publik  sehingga  dicapai  transaksi-transaksi dengan biaya yang paling rendah.

    Pengertian kepemerintahan yang baik (good governance), adalah sikap  dimana kekuasaan  dilakukan  oleh  masyarakat  yang  diatur  dalam  berbagai   tingkatan  pemerintahan negara  yang  berkaitan  dengan  sumber-sumber  sosial-budaya,  politik,  dan  ekonomi.  Dalam  prakteknya  mesti  disertai  bersih  dan berwibawa,  yang  merupakan  model  kepemerintahan  yang  efektif,  efisien,  jujur,  transparan,  dan  bertanggung  jawab,  sehingga menyatu dalam istilah good and clean governance
          Sejalan dengan prinsip di atas, maka kepemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa, berarti baik dan bersih dalam proses maupun hasil-hasilnya. Dalam hal ini semua unsur dalam pemerintahan dapat bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, dan memperoleh dukungan dari rakyat.

    B. PRINSIP-PRINSIP “GOOD AND CLEAN GOVERNANCE” 

          
    Untuk  merealisasikan  pemerintahan  yang  profesional  dan  akuntabel,   dengan  mengacu pada UNDP,  Lembaga Administrasi Negara RI (LANRI)  merumuskan sembilan aspek fundamental (asas/prinsip) yang harus diperhatikan, yaitu : 
    1.      Partisipasi (partisipation), yaitu keikutsertaan warga masyarakat dalam  pengambilan  keputusan,  baik  langsung  maupun  melalui  lembaga  perwakilan  yang  sah  dan mewakili  kepentingan  mereka.    Bentuk   partisipasi  dimaksud dibangun  atas  dasar prinsip demokrasi,  yakni  kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat secara konstruktif.   Dalam hal ini perlu deregulas ibirokrasi, sehingga proses sebuah usaha  efektif dan efisien. 
    2.      Penegakan hukum (rule of law), yaitu bahwa pengelolaan pemerintahan  yang profesional  harus  didukung  oleh  penegakan  hukum  yang   berwibawa,  karena  tanpa ditopang oleh aturan hukum dan penegakannya secara konsekuen, maka partisipasi masyarakat  dapat  berubah  menjadi   tindakan  yang  anarkis.    Dalam  hal  ini  perlu komitmen pemerintah  yang mengandung unsur-unsur : 
    a.Supremasi hukum (supremacy of law); 
    b.Kepastian hukum (legal certainty); 
    c.Hukum yang responsif, yang disusun berdasarkan aspirasi masyarakat luas dan mengakomodasi berbagai kebutuhan secara adil; 
    d.Konsisten dan nondiskriminatif; 
    e.Independensi peradilan. 
           3.  Transparansi (transparency).  Dalam hal mengelola negara terdapat  delapan unsur yang harus dilakukan secara transparan, yaitu : 
                a.  Penetapan posisi, jabatan, atau kedudukan; 
                b.  Kekayaan pejabat publik; 
                c.  Pemberian penghargaan; 
                d.  Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan; 
                e.  Kesehatan; 
                 f.  Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik; 
                g.  Keamanan dan ketertiban; 
                h.  Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat. 
    4.      Responsif,  yaitu  tanggap  terhadap  persoalan-persoalan  masyarakat.
    Dalam  hal  ini pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakat dan  proaktif, bukan menungumereka menyampaikan keinginan.  Untuk itu  setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika, yakni etika individual  dan  etika sosial. 
    5.      Konsensus,  yaitu  bahwa  keputusan  apa  pun  harus  dilakukan  melalui  kesepakatan dalam  suatu  permusyawaratan.    Melalui  cara  ini  akan  memuaskan  semua  pihak sehingga semuanya merasa terikat untuk  konsekuen melaksanakannya. 
    6.      Kesetaraan (equity),  yaitu  kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan  publik.  Hal ini mengharuskan setiap pelaksana pemerintah bersikap dan  berperilaku adil dalam hal  pelayanan  publik  tanpa  mengenal  perbedaan keyakinan  (agama),  suku,  jenis kela-min, dan kelas sosial. 
    7.      Efektivitas  dan  efisiensi  (berdayaguna  dan  berhasilguna).    Kriteria   efektive  diukur diukur  dengan  parameter  produk  yang  dapat  menjangkau  sebesarbesarnya  kepentingan masyarakat dari berbagai  kelompok lapisan sosial,sedangkan efisien diukur dengan rasionalitas  biaya  untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat. 
           8.  Akuntabilitas,  yaitu  pertanggunggugatan  pejabat  publik  terhadap  masyarakat  yang memberinya  kewenangan  untuk  mengurus   kepentingan  mereka.Dalam  hal  ini setiap pejabat publik dituntut  mempertanggungjawabkan semua kebijakan, keputusan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat.  Pengertian akuntabilitas meliputi : 
                a.  Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis; 
                b.  Mekanisme evaluasi atas insentif yang diberikan kepada para pejabat publik; 
                c.  Mekanisme pertanggungjawaban kepada publik atas kinerja  pemerintahan. 
    8.      Visi strategis (strategic vision), yaitu pandanganpandangan strategis untukmenghadapi masa yang akan datang (forecasting).  Artinya, kebijakan/ keputusan apa pun yang akan diambil saat ini harus memperhitungkan  akibatnya di masa depan (paling tidak 10- 20 tahun ke depan).

    C. MANFAAT “GOOD GOVERNANCE” 
    1. Berkurangnya secara nyata praktek  KKN  di birokrasi  yang antara  lain   ditunjukkan dengan hal-hal sebagai berikut : 
    a.  Tidak adanya manipulasi pajak; 
              b.  Tidak adanya pungutan liar; 
              c.  Tidak adanya manipulasi tanah; 
              d.  Tidak adanya manipulasi kredit; 
              e.  Tidak adanya penggelapan uang negara;dll
    2. Terciptanya  sistem  kelembagaan  dan  ketatalaksanaan  pemerintahan  yangbersih, efektif, efisien, transparan, profesional dan akuntabel : 
                 a.  Sistem kelembagaan lebih efektif, ramping, fleksibel; 
                 b.  Kualitas tata laksana dan hubungan kerja antar lembaga di pusat, dan  antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota lebih baik; 
                 c.  Sistem administrasi pendukung dan kearsipan lebih efektif dan efisien; 
                 d.  Dokumen/arsip negara dapat diselamatkan, dilestarikan, dan terpelihara dengan baik;

    3. Terhapusnya  peraturan  perundangundangan  dan  tindakan  yang  bersifat  diskriminatif terhadap warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat : 
                a.  Kualitas pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha (swasta) meningkat; 
                b.  SDM, prasarana, dan fasilitas pelayanan menjadi lebih baik; 
                c.  Berkurangnya hambatan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik; 
                d.  Prosedur  dan  mekanisme  serta  biaya  yang  diperlukan  dalam pelayanan  publik lebih baku dan jelas; 
                e.  Penerapan sistem merit dalam pelayanan; 
                f.  Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan  publik
    g.  Penanganan pengaduan masyarakat lebih intensif. 

    4.    Meningkatnya  partisipasi  masyarakat  dalam  pengambilan  kebijakan pelayanan publik :  Berjalannya mekanisme dialog dan musyawarah terbukadengan masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan layanan publik. 

     5. Terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan baik di pusat maupun di daerah : 
                a.  Hukum  menjadi  landasan  bertindak  bagi  aparatur  pemerintah  dan masyarakat untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik; 
                b.  Kalangan dunia usaha/swasta merasa lebih aman dan terjamin ketika menanamkan modal dan menjalankan usahanya karena ada aturan main (rule ofthe game) yang tegas, jelas, dan mudah dipahami oleh masyarakat; 
                c. Tidak  akan  ada  kebingungan  di  kalangan  pemerintah  daerah  dalam melaksanakan  tugasnya  serta  berkurangnya  konflik  antarpemerintah daerah serta    antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. 

    D. PENERAPAN ASAS-ASAS KEPEMERINTAHAN YANG BAIK 

          Dalam  praktek  penyelenggaraan  pemerintahan  di  Indonesia  pasca  gerakan reformasi nasional, tercermin dalam UndangUndang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, dan UU No. 32 Tahun  2004 tentang Pemerintah Daerah yang memuat asas-asas umum pemerintahan  yang mencakup  : 
    1.    .Asas  Kepastian  Hukum,  yang  mengutamakan  landasan  peraturan perundangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara. 
    2.    Asas  Tertib  Penyelenggaraan  Negara,  yang  mengutamakan  landasan   keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraanegara
    3.    Asas  Kepentingan  Umum,  yang  mendahulukan  kesejahteraan  umum dengan  cara aspiratif, akomodatif, dan selektif. 
    4.    Asas Keterbukaan, dengan membuka diri terhadap hakhak masyarakat untuk  memperoleh informasi yang benar, bersikap jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
    5.    Asas  Proporsionalitas,  yang  mengutamakan  keseimbangan  antara  hak   dengan  kewajiban penyelenggara negara.
    6.     Asas  Profesionalitas,  yang  mengutamakan  keahlian  yang  berlandaskan kode  etik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

     
    animasi bergerak gif
    My Widget