Selasa, 26 Juni 2012

Mengajarkan Anak Life Skill


Life Skills atau keterampilan hidup adalah keterampilan yang dibutuhkan setiap anak untuk survive dalam pergaulan dan hidupnya. Keterampilan ini dapat membantu mereka untuk dapat memilih hal yang tepat dan menghindar dari situasi yang mungkin dapat menjatuhkan mereka; termasuk memperkuat  pertahanan dan ketahanan mental anak yang membuat mereka resistan (terhadap tawaran narkoba) dan resilient (berkemampuan untuk bertahan) dalam menghadapi masalah hidup.

Untuk menjadi orangtua yang efektif di era kini, Anda perlu memasukan aspek pengajaran life skills atau yang dikenal dengan istilah ‘keterampilan hidup’ kepada anak. Yang termasuk di dalam keterampilan hidup ini saya bagi dalam tiga bagian besar, yaitu:
-  Self-Improvement Skills: Keterampilan yang membangun diri anak (self-esteem, managing feeling/emotions, coping skills, decision making skills)
-  Relational Skills : Keterampilan yang membangun hubungan antara anak dengan lingkungannya (assertion, handling conflict, building positive relationships)
Lifelong Skills : Keterampilan yang membangun hidup dan masa depan anak yang bertujuan dan bermakna (goal setting, identifying talents/intelligence, the art to live meaningfully).
David Wilmes dalam bukunya Parenting for Prevention (1995) menyebutkan beberapa metode untuk mengajarkan anak berbagai keterampilan hidup:
-  Modeling adalah sangat penting bagi orangtua untuk menjadi teladan bagi anaknya. Sejak kecil anak memimik apa dan cara orang-tuanya hidup. Perkataan dan perbuatan jelas akan lebih ‘berbicara’ dibanding hanya memberikan nasihat. Bagaimana orangtua mengamalkan keterampilan hidup yang dimilikinya membuat anak belajar dari apa yang dilihatnya dan bukan apa yang dedengarnya saja.
Reinforcement  adalah sebuah dorongan yang diberikan orangtua kepada anak saat si anak kedapatan melakukan hal yang baik, yang sesuai dengan harapan anda. Anda dapat memebrikan dorongan secara verbal (“Nak, kami bangga dengan kamu. Kamu bertanggungjawab dan melakukan semua pekerjaanmu dengan baik tanpa disuruh.”) atau nonverbal (memberikan acungan jempol, peluk atau sentuhan). Menurut Wilmes, “menangkap anak di saat berkelakuan baik” dan memberi mereka dorongan dan pujian adalah salah satu metode pengajaran yang sangat berpengaruh dalam perkembangan si anak.

Pendidikan Anak Usia Dini

Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia Dini
Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual.
Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio emosional, agama dan moral.

Beberapa Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia Dini :
1. Aspek Perkembangan Kognitif
Tahapan Perkembangan Kognitif sesuai dengan teori Piaget adalah: (1) Tahap sensorimotor, usia 0 – 2 tahun. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks, bahas awal, waktu sekarang dan ruang yang dekat saja; (2) Tahap pra-operasional, usia 2 – 7 tahun. Masa ini kemampuan menerima rangsangan yang terbatas. Anak mulai berkembang kemampuan bahasanya, walaupun pemikirannya masih statis dan belum dapat berpikir abstrak, persepsi waktu dan tempat masih terbatas; (3) Tahap konkret operasional, 7 – 11 tahun.

Pada tahap ini anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat dan membagi; (4) Tahap formal operasional, usia 11 – 15 tahun. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi, mampu berfikir abstrak.
2. Aspek Perkembangan Fisik
Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot terkoordinasi (Hurlock: 1998). Keterampilan motorik anak terdiri atas keterampilan motorik kasar dan keterampilan motorik halus. Keterampilan motorik anak usia 4-5 tahun lebih banyak berkembang pada motorik kasar, setelah usia 5 tahun baru.terjadi perkembangan motorik halus.

Pada usia 4 tahun anak-anak masih suka jenis gerakan sederhana seperti berjingkrak-jingkrak, melompat, dan berlari kesana kemari, hanya demi kegiatan itu sendiri tapi mereka sudah berani mengambil resiko. Walaupun mereka sudah dapat memanjat tangga dengan satu kaki pada setiap tiang anak tangga untuk beberapa lama, mereka baru saja mulai dapat turun dengan cara yang sama.

Pada usia 5 tahun, anak-anak bahkan lebih berani mengambil resiko dibandingkan ketika mereka berusia 4 tahun. Mereka lebih percaya diri melakukan ketangkasan yang mengerikan seperti memanjat suatu obyek, berlari kencang dan suka berlomba dengan teman sebayanya bahkan orangtuanya (Santrock,1995: 225)
3. Aspek Perkembangan Bahasa
Hart & Risley (Morrow, 1993) mengatakan umur 2 tahun, anak-anak memproduksi rata-rata dari 338 ucapan yang dapat dimengerti dalam setiap jam, cakupan lebih luas adalah antara rentangan 42 sampai 672. 2 tahun lebih tua anak-anak dapat mengunakan kira-kira 134 kata-kata pada jam yang berbeda, dengan rentangan 18 untuk 286.

Membaca dan menulis merupakan bagian dari belajar bahasa. Untuk bisa membaca dan menulis, anak perlu mengenal beberapa kata dan beranjak memahami kalimat. Dengan membaca anak juga semakin banyak menambah kosakata. Anak dapat belajar bahasa melalaui membaca buku cerita dengan nyaring. Hal ini dilakukan untuk mengajarkan anak tentang bunyi bahasa.
4. Aspek Perkembangan Sosio-Emosional
Artikel Anak Usia Dini
Masa TK merupakan masa kanak-kanak awal. Pola perilaku sosial yang terlihat pada masa kanak-kanak awal, seperti yang diungkap oleh Hurlock (1998:252) yaitu: kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empat, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru, perilaku kelekatan.
Erik Erikson (1950) dalam Papalia dan Old, 2008:370 seorang ahli psikoanalisis mengidentifikasi perkembangan sosial anak: (1) Tahap 1: Basic Trust vs Mistrust (percaya vs curiga), usia 0-2 tahun.Dalam tahap ini bila dalam merespon rangsangan, anak mendapat pengalaman yang menyenamgkan akan tumbuh rasa percaya diri, sebaliknya pengalaman yang kurang menyenangkan akan menimbulkan rasa curiga; (2) Tahap 2 : Autonomy vs Shame & Doubt (mandiri vs ragu), usia 2-3 tahun. Anak sudah mampu menguasai kegiatan meregang atau melemaskan seluruh otot-otot tubuhnya.
Anak pada masa ini bila sudah merasa mampu menguasai anggota tubuhnya dapat meimbulkan rasa otonomi, sebaliknya bila lingkungan tidak memberi kepercayaan atau terlalu banyak bertindak untuk anak akan menimbulkan rasa malu dan ragu-ragu; (3) Tahap 3 : Initiative vs Guilt (berinisiatif vs bersalah), usia 4-5 tahun.
Pada masa ini anak dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari ikatan orang tua, anak dapat bergerak bebas dan ber interaksi dengan lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua menimbulkan rasa untuk berinisiatif, sebaliknya dapat menimbulkan rasa bersalah; (4) Tahap 4 : industry vs inferiority (percaya diri vs rasa rendah diri), usia 6 tahun – pubertas.
Anak telah dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki masa dewasa. Perlu memiliki suatu keterampilan tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu keterampilan tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil, sebaliknya bila tidak menguasai, menimbulkan rasa rendah diri.
Daftar Pustaka
Arya, P.K. 2008. Rahasia Mengasah Talenta Anak. Jogjakarta: Think
Hurlock, Elizabeth B. 1998. Psikologi Perkembangan, terj. Istiwidiyanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga
Anonym. 2007. Prinsip dan Praktek Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat PAUD
Papalia, Diane E, Etc. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan, terjemahan A. K. Anwar). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

 
animasi bergerak gif
My Widget